MENGETAHUI TINGKATAN SEMANTIK ATAU JENIS-JENIS MAKNA MENURUT PAKAR BAHASA/ انواع المعنلي



            Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Semantik

Dosen pengampu: Dr Thulus Musthoa,L.C, M.A

Disusun Oleh:

Aat Shoim Wijaya (132041104)

 

KONSENTRASI PENDDIKAN BAHASA ARAB

MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2013




BAB I
PENDAHULUAN
            Semantik merupakan cabang ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu kebahasaan. Bahasa arab sebagai semantik merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji makna. Semantik merupakan satu cabang kajian filsafat yang kemudian diangkat oleh disiplin ilmu linguistik sebagai satu daripada komponen bahasa yang utama selain sintaksis, morfologi dan fonologi.
Kajian makna kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem penggolongan semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata untuk meneliti makna kata, sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Banyak bidang ilmu lain yang mempunyai sangkut-paut dengan semantik, oleh sebab itu makna memegang peranan tergantung dalam pemakaian bahasa sebagai alat untuk penyampaian pengalaman jiwa, pikiran dan maksud dalam masyarakat. Bidang semantik terbatas pada usaha memperhatikan dan mengkaji proses transposisi makna kata dalam pemakaian bahasa.
Dalam pembahasan makalah disini pemakalah akan membahas tentang tingkatan-tingkatan semantik atau jenis-jenis makna dalam semantik menurut para pakar bahasa serta penjelasanya.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Makna
Bahasa adalah suatu sistem yang harus dipelajari seseorang dari orang lain sebagai anggota masyarakat penutur suatu bahasa tersebut. Objek makna adalah semantik, makna dapat di analisis melalui struktur, dengan pemahaman tataran bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan atau leksikon).
Menurut pandangan Ferdinand de Sausure, makna adalah “pengertian” atau “konsep” yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Menurut de Sausure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: Signifier).          Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant, signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada suatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual).
Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Hari Murti , 1982 : 98  dalam Chaer 2007).Istilah lain yang lazim sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Hari Murti , 1982 : 76 dalam Chaer 2007) adalah istilah dalam bidang gramatikal. Perlu dipahami bahwa tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referensinya secara kongkrit.
Para filsuf dan linguis mempersoalkan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (ujaran), pikiran, dan realitas di alam. Lahirnya teori tentang makna yang berkisar pada hubungan antara ujaran, pikiran, dan realitas di dunia nyata dimaksudkan untuk memberikan penyelesaian mengenai persoalan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa, pikiran, dan realitas di alam.
Dalam hal semantik bahasa tidak mempengaruhi tentang makna kata, karena semua bahasa berisi hanya satu set kata yang terbatas. Jadi makna kata dapat diberikan dalam suatu daftar yang terbatas.
Ullman (1972) berpendapat,´Apabila seseorang memikirkan maksud suatu perkataan, sekaligus memikirkan rujukannya atau sebaliknya. Hubungan antara dua hal antara maksud dengan perkataan itulah lahir makna, oleh karena itu walaupun rujukan tetap, akan tetapi makna dan perkataan dapat berbeda.[1]
B.     Jenis Jenis Makna
Karena bahasa itu digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa itupun menjadi bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan oleh orang dalam berbagai buku linguistik atau semantik. Banyak orang mengira bahwa makna cukup dengan menjelaskan sebuah kalimat atau kata.
Para ilmuan telah membedakan antara jenis-jenis makna dengan menjelaskannya terlebih dahulu daripada batasan-batasan makna suatu kalimat. Dibawah ini akan di jelaskan jenis jenis makna menurut para pakar bahasa :
1.      Makna menurut Muhammad Mukhtar Umar
Dr. Muhammad Mukhtar ‘Umar telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam lima jenis di antaranya sebagai berikut:
a.       Makna Dasar/Asasi (المعنى الأساسى)
Makna adalah sering disebut juga sebagai makna awal (المعنى الأولى), atau makna utama (المعنىالمركزى), makna gambaran (المعنى التصورى), atau makna pemahaman/conceptual meaning (المعنى المفهومى), dan makna kognitif (المعنى الإدراكي). Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Contohnya kata  “wanita” memiliki makna konseptual  manusia, bukan laki-laki, baligh (dewasa).
b.      Makna Tambahan (المعنى الإضافي أو العرضي أو الثانوي أو التضمني)
Makna tambahan yaitu makna yang ada di luar makna dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari makna dasar namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata wanita yang memiliki makna dasar manusia bukan lelaki yang dewasa. Jika kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut. Misalnya jika kata wanita dimaknai oleh sebuah kelompok dengan makhluk yang pandai memasak dan suka berdandan, maka inilah makna tambahan yang keluar dari kata wanita tersebut. Atau jika wanita dimaknai denganmakhluk yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional. Kedua makna tambahan ini tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata wanita. Apabila suatu kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu masih berlaku. Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka makna tambahan itu tidak berlaku.

c.       Makna Gaya Bahasa/Style (المعنى الإسلوبي)
Makna gaya bahasa yaitu makna yang lahir karena penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa ini dilihat dari tingkatan orang yang berbicara dengan pendengar atau orang yang diajak bicara, penggunaan bahasa dapat dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra sendiri memiliki perbedaan gaya bahasa seperti gaya bahasa puisi, natsr, khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Contoh Seperti Kata daddy digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah, sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah. Kedua kata ini ternyata berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang bermakna ‘ayah’ dalam bahasa Arab. Kata الولد  – والدي  digunakan sebagai bahasa sopan dan hormat.

d.      Makna Nafsi (المعنى النفسي)
Makna Nafsi yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna tunggal.
e.       Makna Ihaa’i (المعنى الإيحائي)
yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini memiliki tiga pengaruh di antaranya sebagai berikut:
a)      Pengaruh suara (fonetis), contohnya seperti suara-suara hewan yang menunjuk langsung pada hewan itu
b)      Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan. Contohnya Handful, redecorate, hot-plate. حمدله, صهصلق بسمله     
c)      Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.[2]

2.      Jenis-jenis Makna Menurut Abdul Chaer
Abdul Chaer berpendapat bahwa jenis-jenis makna itu terbagi menjadi beberapa jenis makna, yaitu:
1)      Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indra kita, makna apa adanya dan makna yang ada dalam kamus. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang konret. Misalnya leksem “Kuda” memiliki makna sejenis binatang.
2)      Makna Gramatika
Makna gramatikal adalah makna yang terjadi setelah proses gramatikal (Afikasi, Reduplikasi, Kalimatisasi).
Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal adalah Makna leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan makna gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat.
Contoh: kata “kuda” bermakna leksikal binatang sedangkan makna gramatikalnya bisa menjadi alat transportasi atau sejenis. Contoh, Saya berangkat ke pasar dengan kuda.

3)      Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada didalam suatu konteks.
Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut : Rambut di kepala nenek belum ada yang putih, Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu, Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu, Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu
.
4)      Makna Referensial
Makna referensial adalah sebuah kata yang memiliki referensnya/acuannya. Sehingga sebuah kata dapat disebut bermakna referensial kalau ada referensinya atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.
5)      Makna Non-referensial
Makna non-referensial adalah kata yang tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata. Contohnya kata dan, atau, dan karena. Kata-kata tersebut tidak mempunyai acuan dalam dunia nyata.

6)      Makna Denotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah kata. Umpamanya, kata “Kurus”  (bermakna denotatif yang mana artinya keadaan tubuh seseorang yang lebih kecil dari ukuran yang normal). Kata “Bunga”( bermakna denotatitif yaitu bunga yang seperti kita lihat di taman).

7)      Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Umpamanya kata “Kurus” pada contoh di atas berkonotasi netral. Tetapi kata “Ramping”, yaitu sebenarnya bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotasi positif yaitu nilai yang mengenakkan ; orang akan senang kalau dikatakan ramping. Sebaliknya, kata “Kerempeng”, yang sebenarnya juga bersinonim dengan kata kurus dan ramping, mempunyai konotasi negatif, nilai rasa yang tidak enak, orang akan tidak enak kalau dikatakan tubuhnya kerempeng.

8)       Makna Konseptual
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari Konteks atau asosiasi apa pun. Kata “Kuda” memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”, dan kata “Rumah” memiliki makna konseptual “bangunan tempat tinggal manusia”.

9)      Makna Asosiatif
Makna asosiasi adalah makna kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata merah berasosiasi berani, kata buaya berasosiasi dengan jahat atau kejahatan. Makna asosiasi ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan, atau ciri yang ada konsep asal tersebut.

10)  Makna Kata
Makna kata adalah makna yang bersifatumum, kasar dan tidak jelas. Kata “Tangan” dan “Lengan” sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama, seperti contoh berikut:
a.  Tangannya luka kena pecahan kaca.
b.  Lengannya luka kena pecahan kaca.
Jadi, kata tangan dan kata lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama.

11)   Makna Istilah
Makna istilah adalah makna yang pasti, jelas, tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat dan perlu diingat bahwa makna istilah hanya dipakai pada bidang keilmuan/kegiatan tertentu saja. Umpamanya, kata “Tangan” dan “Lengan” yang menjadi contoh di atas. Kedua kata itu dalam bidang kedokteran mempunyai makna yang berbeda. “Tangan” bermakna “bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan”. Sedangkan kata “Lengan” adalah “bagian dari pergelangan tangan sampai kepangkal bahu”. Jadi kata “Tangan” dan “Lengan” sebagai istilah dalam ilmu kedokteran tidak bersinonim, karena maknanya berbeda.

12)  Makna Idiom
Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Contoh, secara gramatikal bentuk “Menjual rumah” bermakna “yang menjual menerima uang dan yang membelimenerima rumahnya”, tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk “Menjual gigi” tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna “tertawa keras-keras”. Jadi makna tersebutlah yang disebut makna idiomatik.

13)  Makna Peribahasa
Peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya. Karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya, peribahasa “Seperti anjing dan kucing yang bermakna ihwal dua orang yang tidak  pernah akur. Makna ini memiliki asosiasi bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersuara memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.[3]
3.       Jenis-jenis Makna Menurut Geoffrey Leech
Menurut Geoffrey Leech (1976), jenis-jenis makna itu mencakup:
a)      Makna Konotatif
Makna konotatif adalah makna yang bukan sebenarnya yang umumnya bersifat sindiran dan merupakan makna denotasi yang mengalami penambahan. Dalam makna konotatif terdapat makna konotatif positif dan negatif. Contoh: kata wanita danperempuan, wanita termasuk ke dalam konotatif posif sedangkan kata perempuan mengandung makna konotatif negatif.
b)      Makna Afektif
Makna afektif adalah makna yang berkenaan dengan perasaan pembicara terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif akan lebih nyata ketika digunakan dalam bahasa lisan. Contoh: ”tutup mulut kalian !” bentaknya kepada kami. Kata tersebut akan terdengar kasar bagi pendengarnya.

c)       Makna Refleksi
Makna refleksi adalah makna yang muncul oleh penutur pada saat merespon apa yang dia lihat. Contoh: kata aduh, oh, ah, wah, amboi, astaga.

d)     Makna Kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya. Contoh: kata tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.

e)      Makna Konseptual
Makna Konseptual, yaitu makna yang menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna ini disebut makna ‘denotatif’ atau ‘koginitif’. Makna konseptual memiliki susunan yang amat kompleks dan rumit, namun dapat dibandingkan dan dihubungkan dengan susunan yang serupa pada tingkatan fonologis maupun sintaksis.

f)        Makna Tematik
Makna Tematik, yaitu makna yang dikomunikasikan menurut cara penutur atau penulis menata pesannya, dalam arti urutan, fokus dan penekanan. Nilai komunikatif itu juga dipengaruhi oleh penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif. Contohnya sebagai berikut:
Apakah yang diajarkan oleh dosen itu? Dan
Oleh siapakah semantik diajarkan?
Kalimat yang pertama ingin lebih mengetahui objeknya, sedangkan kalimat kedua lebih menekankan siapakah subjeknya.[4]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari Arti atau makna pada setiap perkataan yang di ucapkan. Semantik merupakan subdisiplin linguistik yang membicarakan makna yaitu makna kata dan makna kalimat
Makna bahasa itu bermacam-macam dilihat dari segi atau pandangan yang berbeda. Hal ini disebabkan karena bahasa digunakan dalam berbagai kegiatan dan keperluan manusia dalam melakukan interaksi sosial. Sehingga melahirkan berbagai konsep tentang jenis-jenis makna yang mencakup makna dasar, tambahan, gaya bahasa, nafsi, ihaa’i, konotatif, stilistika, afektif, refleksi, koloaktif, konseptual, tematik, leksikal, gramatikal, kontekstual, referensial, non-referensial, denotatif, konotatif, asosiatif, makana kata, makna istilah, idiom, dan peribahasa.
B.     Penutup
Sekian dari makalah ini, apabila masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini, maka kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan selanjutnya, Terimakasih

           





[2] Muhammad Mukhtar Umar.1998, Ilmu Al-Dilalah, hal. 36-41
[3] Abdul Chaer.1994 Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta), hal. 289-297
[4] http://dc313.4shared.com akses tanggal 24 Oktober 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL TAFSIR AL-QURAN MODERN: AL-MANAAR (Pengarang: Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho)

TAKHRIJ HADIS TENTANG KEPEMIMPINAN